Cerpen Kimia Catatan Harian Sianida (Bagian 1)

Semenjak munculnya pemberitaan tentang pembunuhan yang menggunakan baham kimia bernama sianida kepada Wayan Mirna Salihin satu bulan lalu, Pak Slamet semakin yakin kalau bahan kimia itu berbahaya. Hampir setiap koran yang ditempelkan di papan desanya berisi berita itu. Bukan tentang persidangannya yang tak cepet selesai sampai berepisode-episode, bukan juga tentang kesadisan pelakunya yang membunuh dengan racun, melainkan tentang bahan kimia yang dipakai. Betapa berbahayanya bahan kimia bernama sianida itu, pikir Pak Slamet.

Saat mendengar kata “bahan kimia”, yang muncul di kepala Pak Slamet adalah berbahaya, bom, beracun, dan sebagainya, yang pasti mengarah pada hal-hal yang sifatnya negatif. Sehingga sebisa mungkin, dia menghindari segala sesuatu yang mengandung bahan kimia. Dia terkadang membandingkan kehidupannya di desa dengan di kota. ‘Untung saja saya tinggal di desa, karena di desa tidak ditemukan adanya bahan kimia seperti di kota. Yang ada di desa cuma sawah, kerbau, singkong, dan semacamnya’ gumamnya dalam hati.

Sekitar satu tahun yang lalu, ada beberapa orang dari kota yang datang ke rumah Kepala Desa. Setelah kedatangan mereka, munculah isu tentang akan dibangunnya sebuah pabrik. Selang beberapa hari, beberapa warga mendatangi rumah Kepala Desa untuk melakukan penolakan. Meskipun masih simpang siur info pabrik yang akan dibangun, mereka tetap bersikeras menolaknya. Karena mereka pikir, pabrik pasti menggunakan bahan kimia yang berbahaya. Yang nantinya akan merusak sawah, sungai, dan lingkungan mereka.

Hama walang dan laron mulai menyerang sawah warga, tak terkecuali milik Pak Slamet. Segera dia membeli pestisida di warung yang menjual perlengkapan pertanian untuk menyelamatkan sawahnya. Setelah mendapatkan pestisida yang akan digunakan, dia berangkat menuju sawah dengan membawa pestisida tadi dan tak lupa alat semprotnya. Dia tau kalau pestisida adalah bahan kimia, yang tentunya berbahaya. Dengan sangat berhati-hati dituangnya pestisida itu ke dalam tangki lalu ditambahkan beberapa ember air sesuai dengan pentunjuk penggunaan.

Pelajari Juga:  Kelimpahan Unsur Di Udara

Saat Pak Slamet sedang melakukan pembasmian hama. Tarno yang berniat mencari pakan ternaknya, kebetulan lewat dan melihat Pak Slamet.

“Sedang membasmi hama Pak?” tanya Tarno basa-basi.

“Iya No, hamanya banyak sekali” jawab Pak Slamet. “Sudah tau kasus kopi sianida kamu?” tanyanya kemudian.

“Sudah Pak. Orang-orang di warung sering membicarakannya. Pelakunya membunuh menggunakan sianida. Sianida itu sejenis bahan kimia gitu ya Pak Slamet”.

“Betul No, itu bahan kimia. Ya sudah, kamu berangkat cari pakan sana biar sapimu tidak kelaparan. Sampai ketemu di pengajian malam jum’at”.

“Iya pak” kata Tarno lalu pergi dengan membawa arit dan keranjang wadah rumputnya.

Sebelum adanya berita tentang kopi sianida, Pak Slamet sudah sering mendengar tentang  berbahayanya bahan kimia seperti boraks dan formalin. Karena itulah, dia sering mengingatkan istrinya untuk berhati-hati saat berbelanja di pasar.

“Ingat buk. Kalau mau membeli ikan, tahu dan barang lain, yang ada kemungkinan menggunakan bahan kimia. Ibu wajib memeriksanya terlebih dahulu dengan seksama. Seperti membeli ikan, ibu wajib memperhatikan dengan seksama ikan yang akan dibeli, menekan-nekan dagingnya, melihat kesegarannya, mencium baunya, bahkan kalau perlu minta izin kepada penjual untuk membelahnya. Jika penjual tidak mau, Ibu pergi dan mencari penjual yang lain saja” suruh Pak Slamet.

Pelajari Juga:  Kelimpahan Unsur-Unsur Di Kulit Bumi

Terlalu berlebihan memang, tapi yang ada di pikiran Pak Slamet adalah membeli barang tanpa adanya bahan kimia.

Bu Slamet datang dari dapur membawa keranjang berisi singkong kayu rebus kesukaan suaminya. Singkong kayu itu baru dipanennya kemaren dari pekarangan belakang rumahnya. Pekaranganya cukup luas, ditanaminya hampir seluruh bagian dengan singkong kayu. Hal ini dia lakukan sebagai bentuk sayang kepada suaminya yang sangat suka singkong kayu rebus. Selain kopi di pagi hari, rebusan singkong kayu juga harus dihidangkan untuk memberikan tenaga kepada suaminya sebelum berangkat ke sawah. Seperti sudah menjadi syarat, setiap pagi dua suplemen ini wajib ada.

“Ini Pak, kopi sama singkong kayu rebusnya” Bu Slamet memecah konsentrasi suaminya yang sedang khusuk menonton tv, lalu lanjut bertanya heran “Nonton apa pak? kok serius sekali”.

“Ohh.. iya. Ini lho buk, berita tentang kopi sianida belum juga selesai. Hampir semua stasiun tv memberitakannya. Sekarang sudah sidang ke-15, tapi pelakunya belum juga ketemu” jawab Pak Slamet sambil mengunyah singkongnya.

“Ya sudah pak, biar orang pintar-pintar itu yang ngurus. Yang sekolahnya sampai ke luar negeri.  Kalau bapak ngurus sawah saja”.

“Siap kalau itu buk, bapak cuma penasaran sama bahan kimia sianidanya”.

Percakapan itupun selesai dengan pamitnya Pak Slamet untuk ke sawah.

Setelah selesai dari pengajian mingguan malam Jum’at, Pak Slamet dan beberapa orang masih bersantai di masjid untuk sekedar berbincang-bincang sambil menghabiskan kopi mereka.

“Sudah pada tau berita kopi sianida?” Pak Usman melontarkan pertanyaan untuk membuka obrolan.

“Kopi jenis apa itu Pak? Kalau kopi jos atau kopi luwak saya tau” tanya Samsul, si pecinta kopi penasaran.

Pelajari Juga:  Bilangan Oksidasi (Biloks) Unsur dalam Senyawa atau Ion

 “Masa kamu gak tau itu sul, itu kasus pembunuhan dengan menggunakan kopi yang ditambahkan sianida” Tarno dengan cepat menjawab Samsul.

“Emangnya sianida itu apa?” tanya lagi Samsul yang masih penasaran.

“Itu sejenis bahan kimia. Jadi, sianida ini digunakan untuk membunuh seseorang” Pak Slamet ikut nimbrung menjawab.

“Kok sianida bisa membunuh orang?” sepertinya Samsul masih ingin tau.

Tiba-tiba semua orang terdiam, tidak ada satupun yang bisa menjawab pertanyaan Samsul kali ini.

Mas Amir yang sedari tadi hanya memperhatikan, akhirnya ikut berkomentar “bagaimana kalau kita tanyakan ke anaknya Paijo, namanya Agus. Paijo yang tinggal dikampung sebelah. Kata saudara saya,  si Agus baru saja lulus kuliah jurusan Pendidikan Kimia. Dia pasti bisa menjelaskan ke kita tentang sianida”.

“Boleh mas, nanti kita bisa juga bertanya tentang bahan-bahan kimia yang lain pada Agus” respon Pak Slamet, dengan dilanjutkaan menggajak yang lain untuk ikut “Ayo siapa saja yang mau ikut? Tolong Mas Amir yang menghubungi Pak Paijo ya, sampaikan niat kita”.

“Baik Pak”.

Jadwal yang sudah ditentukan untuk ke rumah Paijo tiba. Pak Slamet dan yang lain berangkat menuju kampung sebelah. Berdasarkan arahan saudara Mas Amir, mereka berjalan kaki ke arah barat dan mencari rumah berdesign lama. Setelah lama mencari dan tidak menemukan juga rumah yang dimaksud, mereka bertanya kepada seseorang yang sudah tua yang mereka temui di tengah jalan.

“Permisi mbah, kami mau tanya, jalan menuju ke rumah Paijo dimana ya?”

Lanjut ke Bagian 2

Tinggalkan Balasan