1. Struktur Atom Berdasarkan Teori Atom Bohr
Berdasarkan dari hasil percobaan Thomson tentang elektron dan percobaan Rutherford tentang inti atom, maka seorang ahli fisika Denmark, Niels Bohr mengungkapkan kaitan antara spektrum atom dengan struktur energi dalam atom. Untuk mengungkapkan kaitan tersebut, maka pada tahun 1913 Bohr mengajukan teori yang selanjutnya dikenal sebagai teori atom Bohr, yaitu:
- Di dalam suatu atom elektron-elektron bergerak menurut lintasan dengan tingkat energi tertentu, sehingga mereka memiliki energi tertentu pula.
- Elektron-elektron di dalam atom berada dalam keadaan stasioner, sehingga tidak akan terjadi pancaran cahaya selama gerakannya. Suatu elektron dapat berpindah dari suatu energi ke tingkat energi yang lain. Dalam perpindahannya sejumlah energi tertentu (kuanta) diikutsertakan.
- Jika suatu elektron dalam atom menjalani lintasan lengkung atau berada dalam keadan stasioner mengakibatkan elektron mempunyai sifat-sifat yang khas. Contohnya sifat momentum angular harus mempunyai kelipatan bulat dari h/2. Karena itu momentum angular haruslah nh/2 (n bilangan bulat, h tetapan Planck).[1]
Struktur atom berdasarkan Teori Atom Bohr menyertakan gagasan tentang gerakan elektron dalam orbit melingkar, namun ia memasukkan syarat yang ketat. Tiap elektron dalam atom hidrogen hanya dapat menempati orbit tertentu, karena tiap orbit memiliki energi tertentu, energi yang berkaitan dengan gerakan elektron pada orbit yang diizinkan harus mempunyai nilai yang konstan atau terkuantisasi.
Pancaran radiasi dari atom hidrogen berenergi, dapat dihubungkan dengan jatuhnya elektron dari orbit berenergi tinggi ke orbit yang berenergi lebih rendah, dan memberikan satu kuantum energi (foton) dalam bentuk cahaya.[2]
Menurut struktur atom berdasarkan Teori Atom Bohr , elektron-elektron mengelilingi inti pada lintasan – lintasan tertentu yang disebut kulit elektron atau tingkat energi. Tingkat energi paling rendah adalah kulit elektron yang terletak paling dalam, semakin keluar semakin besar nomor kulitnya dan semakin tinggi tingkat energinya.
Percobaan Spektrum Gas Hidrogen:
Niels Bohr menerangkan model atomnya berdasarkan teori kuantum untuk menjelaskan spektrum gas hidrogen. Spektrum garis menunjukkan bahwa elektron hanya menempati tingkat-tingkat energi tertentu dalam atom.
Bohr menggambarkan atom hidrogen sebagai elektron yang mengorbit di sekeliling inti, seperti bumi mengelilingi matahari. Keadaan yang boleh ditempati elektron diberi nomor n=1, n=2, n=3 dan seterusnya. Selanjutnya oleh Bohr lintasan n=1 dinamakan kulit K, n=2 dinamakan kulit L, n=3 dinamakan kulit M dan seterusnya. Secara teoritis tingkat energi setiap lintasan bisa dihitung, tetapi dalam percobaan hal ini sama sekali tidak mungkin. Oleh karena itu, Bohr hanya dapat menghitung beberapa sifat elektron dalam atom hidrogen dengan menggunakan teorinya.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Atom Bohr
Kelebihan teori atom bahr dapat menjelaskan:
- Keberhasilan teori Bohr terletak pada kemampuannya untuk meramalkan garis-garis dalam spektrum atom hidrogen.
- Salah satu penemuannya adalah sekumpulan garis halus, terutama jika atom-atom yang dieksitasikan diletakkan pada medan magnet.
Kekurangan teori atom bohr:
- Hanya dapat menerangkan spektrum atom sederhana (hidrogen), tidak dapat menerangkan spektrum atom dengan nomor atom > 1.
- Tidak dapat menjelaskan pengaruh medan magnet dalam atom hidrogen.
- Teori Bohr tidak dapat menjelaskan munculnya garis-garis tambahan dalam spektrum pancar hidrogen bila diberi medan magnetik. [3]
2. Struktur Atom Berdasarkan Teori Atom Mekanika Kuantum
Pada tahun 1924, seorang ahli fisika Perancis, Louis de Broglie mengajukan kemungkinan lain untuk menerangkan kelakuan gerakan elektron dalam atom sehubungan dengan sifat cahaya dan benda. De Broglie menyatakan bahwa tidak hanya cahaya yang memperlihatkan sifat partikel, tetapi partikel-partikel kecilpun pada saat tertentu dapat memperlihatkan sifat gelombang. Atau dengan kata lain bahwa semua benda yang bergerak selalu dapat dikaitkan dengan sifat-sifat gelombang.[4]
Dualisme sifat elektron secara khusus menimbulkan masalah karena masa elektron yang sangat kecil. Untuk menguraikan masalah posisi partikel sub atomik yang berperilaku seperti gelombang, fisikawan jerman Werner Heisenberg merumuskan apa yang sekarang ini dikenal sebagai prinsip ketidakpastian Haeisenberg: tidak mungkin untuk mengetahui secara serentak momentum (massa x kecepatan) dan posisi partikel dengan pasti.
Pada tahun 1926, fisikawan Austria, Erwin Schrodinger menggunakan teknik matematika yang rumit, yang merumuskan sebuah persamaan yang menggambarkan perilaku dan energi partikel submikroskopis secara umum, suatu persamaan yang analog dengan hukum Newton untuk gerak benda-benda makroskopis.[5]
Persamaan Schrodinger memulai era baru di bidang fisika dan kimia, sebab persamaan ini memperkenalkan bahasan baru, mekanika kuantum (juga disebut mekanika gelombang). Kini kita merujuk perkembangan teori kuantum dari tahun 1913 – saat Bohr mengemukakan analisisnya tentang atom hidrogen- sampai tahun 1926 sebagai “Teori Kuantum Klasik”.
Persamaan Schrodinger, bila diselesaikan untuk atom hidrogen, menentukan tingkat energi yang mungkin ditempati elektron dan mengidentifikasi fungsi-fungsi gelombang yang berkaitan. Tingkatan energi dan fungsi-fungsi gelombang ini diberi tanda dengan beberapa bilangan kuantum.
Walaupun mekanika kuantum menyatakan bahwa kita tidak dapat menunjuk posisi elektron dalam atom, mekanika kuantum mendefinisikan daerah dimana elektron mungkin ditemukan pada waktu tertentu. Konsep kerapatan elektron memberikan peluang elektron akan ditemukan pada daerah tertentu dalam atom.
Untuk membedakan deskripsi mekanika kuantum dari atom model Bohr, kita sebut orbital atom bukan orbit. Orbital atom dapat dianggap sebagai fungsi gelombang dari elektron dalam atom. Oleh karna itu, orbital atom mempunyai energi yang khas, dan juga distribusi kerapatan elektron yang khas.
Persamaan Schrodinger dapat dengan mudah diselesaikan untuk atom hidrogen yang sederhana yang hanya terdiri dari satu proton dan satu elektron, tetapi ternyata untuk atom yang mengandung lebih dari satu elektron persamaan ini tidak dapat diselesaikan secara tepat.[6]
Model atom dengan orbital lintasan elektron ini disebut model atom modern atau model atom mekanika kuantum yang berlaku sampai saat ini, seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Awan elektron disekitar inti menunjukan tempat kebolehjadian elektron. Orbital menggambarkan tingkat energi elektron. Orbital-orbital dengan tingkat energi yang sama atau hampir sama akan membentuk sub kulit. Beberapa sub kulit bergabung membentuk kulit.Dengan demikian kulit terdiri dari beberapa sub kulit dan subkulit terdiri dari beberapa orbital. Walaupun posisi kulitnya sama tetapi posisi orbitalnya belum tentu sama.
Ciri Khas Model Atom Mekanika Kuantum:
- Gerakan elektron memiliki sifat gelombang, sehingga lintasannya (orbitnya) tidak stasioner seperti model Bohr, tetapi mengikuti penyelesaian kuadrat fungsi gelombang yang disebut orbital (bentuk tiga dimensi dari keboleh jadian paling besar ditemukannya elektron dengan keadaan tertentu dalam suatu atom).
- Bentuk dan ukuran orbital bergantung pada harga dari ketiga bilangan kuantumnya. (Elektron yang menempati orbital dinyatakan dalam bilangan kuantum tersebut).
- Posisi elektron sejauh 0,529 Amstrong dari inti H menurut Bohr bukannya sesuatu yang pasti, tetapi boleh jadi merupakan peluang terbesar ditemukannya elektron.
Kelemahan Model Atom Modern
- Persamaan gelombang Schrodinger hanya dapat diterapkan secara eksak untuk partikel dalam kotak dan atom dengan elektron tunggal.[7]
BILANGAN KUANTUM
1. Bilangan Kuantum Utama (n)
Bilangan kuantum utama (n) dapat bernilai 1,2,3,…, dan seterusnya sampai tidak terbatas. Bilangan kuantum utama juga berhubungan dengan jarak rata-rata elektron dari inti dalam orbital tertentu. Semakin besar nilai n, semakin besar jarak rata-rata elektron dalam orbital tersebut dan energinya juga semakin besar.
2. Bilangan kuantum azimut (l)
Mekanika gelombang menetapkan bahwa setiap kulit terdiri dari satu atau lebih subkulit, atau subtingkat, dimana setiap subkulit ditunjukkan oleh bilangan kuantum kedua (l), yang disebut bilangan kuantum azimut. Bilangan kuantum ini menunjukkan bentuk orbital pada tingkat-tingkat tertentu menunjukkan tingkat energi juga.
Nilai (l) bergantung pada nilai kuantum utama (n). untuk nilai n tertentu, l mempunyai nilai bilangan bulat yang mungkin dari 0 sampai (n-1). Jika n = 1, l paling besar adalah l = 0. Oleh sebab itu, nilai K hanya terdiri dari satu subkulit. Jika n = 2 maka ada dua harga l, yaitu l=0 dan l=1 sehingga kuliat L terdiri dari dua subkulit.
Nilai-nilai l biasanya ditandai dengan huruf s, p, d, f
3. Bilangan kuantum magnetik (m)
Bilangan kuantum magnetik (m) mengambarkan orientasi orbital. Setiap subkulit terdiri dari satu atau lebih orbital. Setiap orbital dalam subkulit tertentu dibedakan dari nilai m = 1 yang menunjukkan orientasi dalam ruang relative terhadap orbital lain. Di dalam satu subkulit, nilai m bergantung pada nilai bilangan kuantum azimuth (l).
Untuk nilai l tertentu, ada (2l + 1) nilai bulat n sebagai berikut.
-l, (-l + 1), …, 0, …, (l + 1), l
4. Bilangan kuantum spin (s)
Bilangan kuantum spin menunjukkan arah perputaran elektron pada sumbunya. Ada dua kemungkinan arah yaitu searah jarum jam dinyatakan dengan harga -½ atau berlawanan arah jarum jam dinyatakan dengan harga + ½. Karena hanya terdapat dua arah perputaran, maka didalam setiap orbital hanya terdapat 2 elektron, yaitu elektron pertama dengan s= +1/2 dan elektron kedua dengan s= -1/2.
Referensi:
[1] Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS, KIMIA DASAR I, Bogor: IPB, 2003, hlm. III-6
[2] Raymond Chang, Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga, 2005, hlm. 198
[3] http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/35600426/Perkembangan_Model_Atom.pdf?.pdf
[4] Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS, KIMIA DASAR I, Bogor: IPB, 2003, hlm. III-8
[5] Raymond Chang, Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga, 2005, hlm. 203-204
[6] Raymond Chang, Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga, 2005, hlm. 205
[7] http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/Vika%20Susanti/mekanika%20kuantum.html