Bioteknologi selain mengandung keuntungan juga mengandung dampak negatif. Di negara berkembang dampak negatif bioteknologi dapat berdampak pada bidang sosial ekonomi, politik, dan lingkungan global.
Menurut Leisenger (1999) dampak negatif bioteknologi dalam bidang sosial ekonomi berkaitan dengan tiga masalah yaitu:
1. Kesenjangan kemakmuran yang melebar antara Utara dan Selatan
Bioteknologi memungkinkan menghasilkan produk pertanian tropik di laboratorium dengan harga lebih kompetitif daripada pertanian tradisional di negara berkembang.
Vanili, coklat, gula, dan minyak nabati tropis adalah contoh komoditas ekspor tropis yang potensial diganti oleh produk yang dapat diproduksi secara lebih murah di mana saja.
Jika produk rekayasa genetika dapat mensubstitusi eksport pertanian tropis, kesenjangan kemakmuran antara Utara dan Selatan akan semakin lebar. Solusi masalah ini terletak pada usaha keras bersama internasional untuk melakukan diversifikasi struktur produksi di negara berkembang dan tidak pada intervensi pasar.
Pemerintah di negara berkembang harus memperbaiki kebijakan pemerintah dan menetapkan rencana pembangunan jangka panjang lebih tepat. Kesenjangan kemakmuran juga dapat tumbuh jika Utara tidak menyediakan kompensasi yang cukup untuk Selatan dalam mengekploitasi sumber daya genetis lokal yang dimiliki.
Perusahaan swasta dan lembaga riset dapat meningkatkan kontrol gen yang tidak menguntungkan dari tanaman asli di negara berkembang, menggunakannya untuk memproduksi varietas unggul, dan kemudian menjual kembali dengan harga tinggi di negara berkembang.
2. Ketidakmerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan antar masyarakat
Perbedaan distribusi pendapatan dan kesejahteraan di masyarakat miskin dapat dikurangi melalui peningkatan kontribusi bioteknologi terhadap kesejahteraan petani dan pembangunan pertanian nasional.
Pembahasan mengenai pengaruh Revolusi Hijau menunjukkan bahwa di negara-negara di mana petani kecil memiliki akses terhadap penyuluhan pertanian, tanah, sarana produksi dan kredit, mereka dapat memperoleh manfaat lebih banyak dan lebih awal daripada petani yang tidak didukung kebijakan pembangunan pertanian yang layak.
Seperti halnya Revolusi Hijau, rekayasa genetika varietas tanaman adalah teknologi hemat lahan. Potensi manfaatnya dapat dirasakan oleh petani kecil sangat bergantung pada kualitas kebijakan pembangunan negara bersangkutan.
3. Kehilangan biodiversitas (keanekaragaman hayati)
Kehilangan biodiversitas bukan terjadi secara genetis (Genetically Modified Organisms), tetapi karena kemauan politik untuk mempertahankan biodiversitas itu tidak selalu ada. Tepatnya, ketika petani menggunakan varietas baru yang lebih menguntungkan, bersamaan dengan itu jumlah varietas tanaman mengalami penurunan selama lebih dari 100 tahun terakhir.
Kenyataan bahwa petani mengganti varietas inferior dengan varietas-varietas yang dikhawatirkan punah sebenarnya dapat dipertahankan dari kepunahan melalui strategi in vivo dan in vitro.
Kehilangan diversitas biologis yang besar karena kerusakan hutan tropis, konversi lahan alam untuk pertanian, penggantian lahan alami dengan pertanaman, overfishing dan praktek-praktek lain untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang terus meningkat, lebih nyata pengaruhnya daripada kehilangan biodiversitas karena introduksi varietas tanaman termodifikasi secara genetis.